100 Batalyon Infanteri: Tepatkah untuk TNI?
Pemerintah telah merencanakan pembentukan 100 batalyon infanteri teritorial pembangunan TNI hingga tahun 2025. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di depan Komisi I DPR RI, akhir November 2024, menyatakan bahwa program ini dirancang untuk menciptakan stabilitas keamanan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat. Dalam realisasinya, batalyon ini akan dilengkapi unsur kompi peternakan, perikanan, pertanian, dan kesehatan untuk membantu masyarakat di berbagai kabupaten di Indonesia. Namun, rencana ini menuai perdebatan di masyarakat terkait relevansinya dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI sebagai alat pertahanan negara.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, secara jelas memandatkan tupoksi TNI sebagai alat pertahanan negara. Khususnya Pasal 5 menyebutkan bahwa TNI adalah alat negara di bidang pertahanan yang menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Selanjutnya, Pasal 6 menjelaskan fungsi TNI, yaitu: a. Sebagai penangkal terhadap ancaman militer dan bersenjata, baik dari dalam maupun luar negeri; b. Sebagai penindak terhadap ancaman tersebut; c. Sebagai pemulih kondisi keamanan negara akibat kekacauan keamanan. Artinya, TNI dimandatkan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara. Hal ini menunjukkan bahwa tugas utama TNI berfokus pada aspek pertahanan dan keamanan.
Meskipun pembentukan batalyon baru dapat memperkuat keberadaan TNI di daerah-daerah, desain batalyon dengan fungsi-fungsi yang tidak langsung terkait pertahanan, seperti peternakan, perikanan, pertanian, dan kesehatan, menimbulkan pertanyaan tentang apakah rencana ini sejalan dengan tupoksi TNI. Peran TNI di luar tugas pertahanan termasuk dalam kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP), seperti yang disebutkan dalam Pasal 7 UU TNI. Namun, OMSP seharusnya bersifat perbantuan dan tidak mengesampingkan tugas utama TNI.
Mengalihkan sebagian besar sumber daya TNI untuk tugas-tugas non-pertahanan dapat mengaburkan garis tegas antara peran militer dan sipil. Dalam konteks profesionalisme militer, langkah ini berpotensi mengurangi fokus pada peningkatan kapabilitas pertahanan dan kesiapsiagaan menghadapi ancaman militer.
Pemerintah (Kemhan) telah menekankan pendekatan berbasis soft power dengan memperkuat potensi kemasyarakatan untuk mendukung stabilitas dan kesejahteraan. Langkah ini penting, tetapi sebaiknya dilakukan melalui lembaga atau kementerian yang memang memiliki kapasitas di bidang pemberdayaan masyarakat, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, atau Kementerian Kesehatan dan lainnya. TNI dapat berperan sebagai mitra strategis melalui OMSP tanpa mengesampingkan fokus utama sebagai alat pertahanan negara.
Rencana pembentukan 100 batalyon dengan fokus pembangunan masyarakat dapat dianggap bertentangan dengan prinsip profesionalisme militer. Profesionalisme TNI seharusnya ditekankan pada kemampuan menghadapi ancaman militer, penguasaan teknologi pertahanan, serta kesiapan operasional dalam menjaga kedaulatan negara. Pengalihan peran ini berisiko mengurangi efektivitas TNI dalam menjalankan tugas pokoknya.
Sehingga pemerintah perlu memastikan bahwa rencana pengembangan batalyon tetap sejalan dengan tupoksi TNI dan rencana strategis pertahanan jangka panjang. Jika tujuan utamanya adalah pemberdayaan masyarakat, fungsi tersebut sebaiknya diserahkan kepada lembaga-lembaga sipil dengan dukungan TNI dalam kapasitas perbantuan.
Dengan demikian, TNI tetap dapat menjaga profesionalisme dan fokus pada pertahanan negara, sementara kesejahteraan masyarakat tetap terjaga melalui sinergi antar kementerian/lembaga non kementerian.
Rencana pembentukan 100 batalyon infanteri teritorial pembangunan TNI untuk melakukan fungsi di luar tugas pokok harus ditinjau ulang dengan memperhatikan regulasi yang ada dan prinsip pertahanan negara. Fokus utama TNI sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah negara tidak boleh tergeser oleh tugas-tugas yang berada di luar tupoksi utamanya.
Sehingga menimbulkan pertanyaan, terus apa bedanya dengan peran Dwifungsi TNI di masa Orde Baru? Hal ini mengingatkan candaan masyarakat pada masa Orba yaitu “TNI (d/h ABRI) melakukan semua tugas kecuali tugas pokoknya”. Wallahualam.