Market

AS Hambat Keran Ekspor RI, Sektor Pariwisata Bisa Jadi Motor Penggerak Ekonomi


Kebijakan tarif timbal balik yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melahirkan kecemasan gelombang PHK hingga resesi. Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini ajak pemerintah manfaatkan situasi untuk memperkuat pariwisata dalam negeri sebagai motor penggerak ekonomi nasional.

“Ini menjadi sinyal penting bahwa wisata domestik harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai alternatif, tapi sebagai pilihan utama,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (6/4/2025).

Ia menegaskan krisis bukan alasan untuk stagnasi. Justru, sejarah menunjukkan bahwa krisis merupakan ruang bagi lahirnya inovasi.

“Pemerintah harus melihat ini sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan fiskal, memberikan insentif bagi pengembangan destinasi lokal serta menjaga kepercayaan investor di sektor pariwisata,” kata Novita.

Ia juga menyoroti perlunya kolaborasi antara kementerian terkait, pelaku industri, dan pemerintah daerah dalam menyediakan akses transportasi yang terjangkau, promosi wisata yang masif, dan menciptakan pengalaman wisata domestik yang berkualitas dan kompetitif.

Baca Juga:  Respons Perang Dagang Trump, Hipmi Dorong Pengusaha Kurangi Impor dari AS

Asal tahu saja, data dari Mastercard Economics Institute (2023) mengungkapkan pada 2022, wisatawan Indonesia menghabiskan rata-rata 1.200 dolar AS per perjalanan ke luar negeri.

“Kalau wisatawan domestik dialihkan ke destinasi lokal, dampaknya bisa sangat besar terhadap perputaran ekonomi daerah. Ini bukan sekadar soal pariwisata, tetapi soal penguatan ekonomi rakyat,” ujarnya.

Dalam konteks visi ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian nasional, Novita menilai pariwisata tidak bisa lagi dianggap sebagai sektor pelengkap.

“Pariwisata adalah jantung baru ekonomi Indonesia, harus resilien, berdaya saing, dan inklusif. Kebijakan Trump bisa jadi pemicu perubahan arah, jika kita pandai membaca peluang di tengah krisis,” ucap Novita.

Baca Juga:  GIAMM Cemas Komponen Otomotif China Banjiri RI Imbas Kebijakan ‘Gila’ Trump

Diketahui, Presiden Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan kenaikan tarif perdagangan ke negara-negara yang selama ini menikmati surplus neraca perdagangan dengan AS.

Dari data Gedung Putih, Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.

Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS. Indonesia bukan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara, yang menjadi sasaran kebijakan dagang AS itu.

Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen dan 36 persen.

Tarif universal era Trump dikabarkan akan mulai berlaku pada Sabtu (5/4/2025), sementara tarif timbal balik, yang menargetkan sekitar 60 mitra dagang AS, akan diberlakukan mulai Rabu (9/3/2025). Dijelaskan bahwa uang yang dihasilkan dari tarif baru itu akan digunakan untuk mengurangi pajak warga AS dan membayar utang AS.

Baca Juga:  Prabowo: Tujuan Kami Sejahterakan Rakyat, Hilangkan Kemiskinan dari Indonesia

Dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025), Trump mempersoalkan kebijakan TKDN Indonesia di berbagai sektor, perizinan impor yang sulit hingga kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.

“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih,” ujar Trump.

Back to top button