News

Hakim Konstitusi Sering Terseret Konflik Kepentingan Saat Tangani Perkara di MK

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhakn sanksi pemberhentian dari posisi ketua MK kepada Anwar Usman. MKMK mendasarkan putusan tersebut dari bukti terjadi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi khususnya soal konflik kepentingan.

Namun praktisi hukum, Mellisa Angraini menilai hakim konstitusi sering terseret dalam konflik kepentingan dalam beberapa pekara uji materi yang ditanganinya.

“Prinsip hakim tidak boleh mengadili perkara yang terkait dengan dirinya dikenal sebagai asas nemo ‘Judex in causa sua’. Dalam sejarah MK, ketentuan Judicial Disqualification ini memang bukan merupakan hal yang diadopsi secara tegas dan jelas” kata Mellisa seperti dikutip, Kamis (9/11/2023).

Penasihat hukum kasus penganiayaan David Ozora ini menambahkan sejak MK berdiri tahun 2003, ada beberapa kasus uji materi yang yang ditangani hakim konstitusi memiliki konflik kepentingan dengan dirinya.

“Pak Mahfud MD sendiri, pernah mengadili perkara uji materi UU 24/2003 tentang MK, yang ternyata pada saat UU dibahas di DPR, Pak Mahfud ikut membahasnya, karena masih anggota DPR-RI” jelas Mellisa.

Bahkan Arief Hidayat tidak pernah mundur dari Hakim MK saat uji materi UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama dan UU Peradilan Tata Usaha Negara dengan pemohon dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).

Dalam perkara uji materi di tahun 2015 tersebut, MK memutuskan pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk ikut dalam seleksi Hakim bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mengikat secara hukum. Dan keterlibatan KY dalam seleksi hakim adalah bentuk intervensi kelembagaan yang merusak mekanisme check and balances.

“Pada saat uji materi itu, Arief Hidayat dan dua hakim MK lainnya, masih menjadi anggota IKAHI, karena berasal dari rekomendasi Mahkamah Agung. Selama 20 tahun tindakan ini tidak dianggap masalah besar, namun menjadi berbeda ketika berkaitan dengan UU Pemilu.” jelas Mellisa.

Back to top button