News

Invasi Darat Israel ke Rafah akan Memaksa Mesir Bertindak?


Di media sosial, masyarakat Mesir telah menyuarakan kemarahan mereka atas banyaknya korban kemanusiaan akibat invasi besar-besaran dan pengambilalihan penyeberangan Rafah oleh Israel. Ini seperti sebuah pelanggaran simbolis terhadap kedaulatan Mesir.

 

Pengambilalihan perbatasan Rafah oleh militer Israel dan serangan yang akan terjadi di kota Gaza selatan telah menyebabkan keretakan antara Israel dan tetangganya Mesir semakin melebar. Akankah Mesir tinggal diam atau bertindak keras terhadap Israel?

Kairo telah berulang kali memperingatkan Israel tentang pelanggaran perjanjian damai tahun 1979. Namun pasukan Israel, untuk pertama kalinya sejak penarikannya dari Gaza pada tahun 2007, menguasai perbatasan Rafah minggu lalu.

“Invasi darat Israel ke Rafah adalah titik puncak di mana Mesir dapat dan mungkin harus mengubah kebijakan historis perjanjian damai non-intervensi pasca-1979,” Sherif Mohyeldeen, seorang spesialis masalah lintas batas Mesir, mengatakan kepada The New Arab (TNA).

Mesir adalah salah satu mediator utama dalam negosiasi antara Israel dan kelompok Palestina Hamas, yang bertujuan untuk gencatan senjata di Gaza dan pertukaran sandera. Hanya saja, perundingan mediasi di Kairo telah gagal dan invasi Israel ke Rafah mengancam akan menggoyahkan hubungan Israel dengan Mesir. Bahkan Presiden Biden berkomentar “Ini menyebabkan masalah dengan Mesir, yang mana saya telah bekerja sangat keras untuk memastikan kita memiliki hubungan dan membantu”.

Kementerian Luar Negeri Mesir mengumumkan pada hari Minggu bahwa negaranya akan mendukung kasus genosida Afrika Selatan terhadap Israel di ICJ, melepaskan diri dari sikap netral yang dipertahankan Kairo selama perundingan mediasi. Ini respons pertama Mesir yang cukup mengejutkan bagi Israel.

Meskipun banyak pihak yang masih skeptis terhadap Mesir akan memutuskan hubungan dengan Israel, yang jelas-jelas melakukan pelanggaran perjanjian dengan serangan mereka ke Rafah, namun apa yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan meningkatnya ketegangan antara negara-negara tetangga sejak dimulainya perang Gaza.

Masyarakat Mesir Marah

Rakyat Mesir marah atas bencana kemanusiaan yang terjadi di depan pintu mereka dan pelanggaran terang-terangan Israel terhadap Perjanjian Camp David tahun 1979, sehingga memberikan tekanan pada pemimpin mereka untuk akhirnya mengambil tindakan tegas tujuh bulan setelah konflik terjadi.

Di media sosial, warga Mesir menyuarakan kemarahan atas banyaknya korban kemanusiaan akibat invasi besar-besaran dan pengambilalihan Penyeberangan Rafah oleh Israel, sebuah pelanggaran simbolis terhadap kedaulatan Mesir.

Masyarakat Mesir marah karena berarti perjuangan kakek mereka berperang di Sinai sia-sia. Selain itu Mesir telah menghadapi pengucilan dari dunia Arab yang lebih luas karena menandatangani Perjanjian Camp David secara cuma-cuma. Mesir adalah negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Israel.

Protes kecil bermunculan di seluruh negeri dan, pada hari yang sama ketika Israel mengambil kendali atas penyeberangan tersebut, seorang pengusaha Israel-Kanada terbunuh di Alexandria. Sebuah organisasi militan terlarang ‘Vanguards of Liberation – Kelompok Martir Mohamed Salah’ mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. “Ada banyak indikator kemarahan rakyat Mesir terhadap eskalasi Israel baru-baru ini dan pengambilalihan penyeberangan Rafah,” kata Mohyeldeen.

Keamanan Dalam Negeri

Mesir menghadapi beberapa pilihan sulit yang tidak dapat dihindari yakni memprioritaskan keamanan dalam negeri, bantuan kemanusiaan atau hubungan diplomatik. Kepemimpinan rezim berada di bawah tekanan. Jika Mesir mencegah masuknya warga Palestina ke perbatasan di Sinai berarti akan melikuidasi perjuangan Palestina dan mengancam perdamaian yang telah diperjuangkan dengan keras.

Dengan mengusir warga Palestina yang melarikan diri dari Rafah ke Sinai, rezim Mesir akan dianggap berkontribusi terhadap krisis kemanusiaan yang menghancurkan. Namun dengan mengizinkan warga Palestina untuk menetap di Sinai, dan menyetujui keinginan kepemimpinan Israel, Mesir akan dianggap mengkhianati perjuangan Palestina.

“Pengambil keputusan di Mesir akan berada dalam posisi yang sangat sulit untuk mengambil tindakan,” kata Mohyeldeen. “Jika tidak, hal ini akan mempunyai dampak yang sangat serius terhadap negara secara keseluruhan.” 

Ada juga kekhawatiran bahwa anggota senior Hamas mungkin melarikan diri ke pegunungan Sinai dan menyeret Mesir ke dalam pertempuran keamanan jangka panjang, serupa dengan pertempuran melawan ISIS satu dekade lalu.

“Pada titik akhir ini, setelah tujuh bulan genosida Israel terhadap warga Palestina, Mesir harus mengambil sisi sendiri dan mencoba menghentikan invasi darat Israel ke Rafah, karena hal itu membahayakan keamanan nasional Mesir,” kata Mohyeldeen.

Mantan Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Fahmy, menilai saat ini tidak ada ruang untuk koordinasi antara negaranya dan Israel, mengingat Israel telah mengambil alih jalur penyeberangan Rafah dari sisi perbatasan Gaza.

Dia mengatakan kepada surat kabar Asharq Al-Awsat bahwa Kairo tidak akan menerima alternatif apa pun selain Palestina yang mengurus perbatasan di pihak mereka, dan menambahkan bahwa Mesir menganggap kendali Israel atas penyeberangan itu tidak sah.

Fahmy juga menilai Israel tidak ingin mengakhiri perang di Gaza, merujuk pada perluasan operasi militer di Rafah saat perundingan sedang berlangsung di Kairo. Ia tetap pesimistis bahwa gencatan senjata dapat dicapai dengan pendekatan Israel saat ini.

post-cover
Perbatasan Rafah menjadi pintu masuk berbagai bantuan ke Gaza (Foto: Getty Images)

Bantuan hanya akan Disalurkan Melalui Rafah

Tariq Fahmy, pakar hubungan internasional, mengatakan Mesir hanya akan mengirimkan bantuan melalui penyeberangan Rafah dan bukan melalui titik lain, seperti Kerem Shalom, karena Kairo khawatir akan dianggap mengakui kehadiran Israel di sisi lain wilayah yang baru saja direbut dengan melintasi perbatasan. “Ini adalah pesan Mesir pertama [kepada Israel],” kata Tariq Fahmy.

Kepala Dewan Luar Negeri Mesir, Duta Besar Mohammed Al-Orabi, juga mengatakan Mesir ingin melanjutkan aliran bantuan tanpa hambatan Israel. Namun dia mengesampingkan dampak apa pun dari sikap Mesir terhadap penyeberangan Rafah terhadap perundingan gencatan senjata di Kairo.

Pemboman tanpa henti yang dilakukan Israel selama tujuh bulan di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 35.000 orang, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak menurut hitungan resmi kementerian kesehatan wilayah tersebut. Ribuan lainnya diperkirakan tewas di bawah reruntuhan.

Perang telah mendorong wilayah kantong tersebut ke ambang kelaparan, dan hancurnya sistem layanan kesehatan Gaza serta infrastruktur penting seperti jaringan air berisiko menyebarkan penyakit, terutama di tempat-tempat ramai seperti Rafah.

Back to top button