Kalsel

Kasus Pencabulan Murid SD di Kota Banjarmasin, Pakar Hukum: Wajib Diancam dengan Pidana Maksimal

INILAHKALSEL.COM, BANJARMASIN – Miris, seorang bocah perempuan yang masih duduk di kelas V sekolah dasar menjadi korban kebuasan seorang pria tua di Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin pada Selasa 30 Mei 2023.

Parahnya lagi, korban yang saat itu mencari uang jajannya yang tercecer, mendekati rumah pelaku berinisial C, korban pun dibawa ke dalam rumah dan disekap.

BACA JUGA:Kasus Pencabulan Bocah SD di Banjarmasin, Dilaporkan Mei 2023 hingga Sekarang Pelaku Masih Bebas

“Mulut dan wajah saya ditutupinya pakai kerudung saya,” ungkap korban, Minggu (7/1/2024).

Kasus dugaan pencabulan ini sekarang menjadi perhatian publik Banjarmasin, bahkan pakar hukum di Kota Seribu Sungai ini juga turut angkat bicara.

Menurut Dekan Fakultas Hukum (FH) Univerisitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari (MAB), Dr Afif Khalid, kasus yang melibatlan anak di bawah umur, terkhusus kasus pencabulan harus cepat ditangani oleh pihak yang berwajib.

“Proses penanganannya itu wajib didampingi dari awal sampai prosesnya selesai, sesuai dengan undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak,” ucap Afif, kepada Inilahkalsel.com, Kamis (11/1/2024).

“Selama prosesnya itu juga wajib melibatkan lembaga-lembaga perlindungan anak,” lanjutnya.

Pasalnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang, untuk kasus seperti ini wajib didampingi dan dikawal oleh negara sepanjang prosesnya sampai selesai.

Selain itu juga, tutur Afif, untuk pelaku yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, wajib diancam dengan pidana maksimal.

“Karena ini berbahaya bagi negara, apabila anak-anak itu menjadi korban kekerasan seksual, karena anak-anak itu merupakan masa depan bangsa,” tutur Afif.

Kendati demikian, Afif juga menjelaskan, pada prinsipnya dalam hukum negara, hak korban wajib dilindungi oleh negara, dalam hal ini melalui kepolisian.

Dalam proses penanganannya, lanjut Afif, juga harus melihat dahulu kondisinya seperti apa, kalau memang proses pembuktiannya cukup berat, terbilang wajar kalau itu memerlukan waktu yang cukup lama.

BACA JUGA:17 Anak Jadi Korban Pencabulan Guru Ngaji di Semarang

“Tetapi apabila dua alat bukti sudah cukup terpenuhi, maka tidak boleh terjadi kelambanan dalam penanganannya,” jelas Afif.

“Hukum pidana tidak boleh diperlambat, hukum pidana itu wajib diproses cepat-cepatnya, karena ini terkait dengan hak asasi seseorang,” pungkasnya. (Iqnatius/Didik Tm)

Back to top button