News

KPK Berencana Periksa Surya Paloh terkait Green House di TPPU SYL


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh untuk meminta keterangan terkait aliran dana kasus korupsi Kementan untuk pembangunan Green House di Kepulauan Seribu

Hal ini merespon fakta persidangan yang diungkapkan oleh  Kuasa Hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen.

“Saksi-saksi yang memang terkait yang bisa mendukung pembuktian unsur perkara yang sedang ditangani tentunya akan dimintai keterangan, termasuk yang di fakta persidangan,” ujar Jubir KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (2/7/2024).

Tessa menjelaskan, nantinya Surya Paloh dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam berkas perkara Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU)  SYL.

“Semua fakta persidangan akan didalami oleh penyidik di sprindik yang masih aktif di tindak pidana pencucian uang,” ucapnya.

Sementara ketika disinggung apakah akan turut memanggil Surya Paloh terkait dugaan aliran uang ‘haram’ Kementan ke partai nasDem, Tessa mengatakan hal bisa dilakukan asal sudah ditetapkan untuk pengembangan perkara.

Untuk saat ini, sambung Tessa, pihaknya masih menggunakan sprindik di kasus SYL.

“Ya kita tidak bisa memanggil saksi apabila tidak ada dasarnya. Maka harus menggunakan sprindik yang masih berjalan saat ini,” ucapnya.

Sebelumnya, Jaksa KPK mengungkapkan bahwa Partai NasDem telah menikmati aliran dana kasus korupsi Kementan sebesar Rp965.123.500 (Rp965 juta). SYL juga dituntut jaksa hukuman 12 tahun penjara atas pemerasan pejabat eselon di Kementan. Hal memberatkan tuntutan SYL, karena tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberikan keterangan terkait korupsi dirinya lakukan mencapai Rp44,7 miliar.

SYL nampaknya tak mau masuk bui sendirian dan mulai bernyanyi. Melalui kuasa hukumnya Djamaluddin Koedoeboen, SYL mendesak KPK mengusut dugaan aliran dana ini, khususnya terkait pembangunan sebuah green house yang terletak di Kepulauan Seribu.

“Kami menduga bahwa ada green house milik ketua umum partai tertentu di Kepulauan Seribu yang diduga duitnya itu dari Kementan,” ujar Djamaluddin kepada awak media usai sidang tuntutan SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024).

Djamaluddin juga menyebut, ketum parpol itu turut menikmati uang korupsi proyek izin impor di Kementan yang mencapai ratusan triliun rupiah. Ia mendesak KPK jangan tebang pilih dalam menangani suatu perkara.

“Belum lagi soal impor yang nilainya puluhan bahkan ratusan triliun, dan itu pak menteri tidak tahu, dan teman-teman KPK tahu itu,” ucapnya.

Informasi yang beredar, green house tersebut berada di Pulau Kaliage, Kepulauan Seribu. Untuk menuju ke sana dibutukan waktu 90 menit dari dermaga Ancol, Jakarta Utara. Pulau ini disebut-sebut milik Ketum NasDem Surya Paloh usai Koalisi Perubahan mengadakan pertemuan saat gelaran pilpres lalu.

Luas Pulau Kaliage hanya mencapai satu hektar, namun memiliki beragam fasilitas. Di antaranya dermaga, musala, helipad, villa dan area diving serta snorkeling.

Di pulau ini juga tersedia sejumlah tempat penginapan dengan desain yang unik, seperti penginapan dengan bentuk rumah Joglo Kayu Jawa yang memiliki desain megah. Kini Rumah Joglo tersebut berfungsi sebagai ruang tamu utama yang akan berkunjung ke pulau itu.

Di pulau tersebut juga, terdapat sejumlah lokasi wisata lain, seperti Lumbung yang hanya berjarak tiga menit dengan berjalan kaki dari Rumah Joglo Kayu. Adapun Lumbung itu sendiri adalah berupa hutan tropis dan terdapat rumah-rumah dengan desain yang sangat unik.

Soal kepemilikan Paloh, sudah pernah dikonfirmasi oleh Bupati Kepulauan Seribu Junaedi pada Juni 2023. Ia menjelaskan 40 persen dari Pulau Kaliage merupakan wewenang Pemprov DKI Jakarta. Maka dari itu, sebanyak 60 persen milik Surya Paloh.

“Kalau bicara Pulau Kaliage itu memang di situ ada kewajiban 40 persen kepada pemerintah daerah (pemda) yang saat ini sudah kita proses dari kewajiban itu. Memang itu pulaunya Pak Surya Paloh,” kata dia pada Rabu (21/6/2023).

Back to top button