Market

Kutukan Utang Jatuh Tempo Pemerintahan Prabowo-Gibran Tembus Rp3.748 Triliun


Warisan gunungan utang era Jokowi, benar-benar menjadi ‘kutukan’ bagi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Bisa jadi, menteri keuangan (menkeu) Prabowo yang paling mumet lantaran harus siapkan Rp800 triliun untuk pembayaran utang jatuh tempo pada tahun depan.

Ternyata, tahun depannya lagi yakni 2026 sampai 2028, masalah yang sama juga harus dipecahkan.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), total utang jatuh tempo pada 2025 hingga 2029, mencapai Rp3.748 triliun.

Rinciannya,sebesar Rp800,33 triliun pada 2025, naik sedikit menjadi Rp803,19 triliun pada 2026, agak turun Rp802,61 triliun pada 2027, turun lagi menjadi Rp719,81 triliun pada 2028.

Jumlah utang jatuh tempo yang harus dilunasi pada 2029, turun lagi menjadi Rp622,3 triliun. Mayoritas utang tersebut berbentuk Surat Berharga Negara (SBN).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menegaskan, risiko dari utang jatuh tempo yang tinggi pada 2025 dapat diminimalisir jika kondisi ekonomi Indonesia membaik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap kredibel, dan situasi politik stabil.

“Sehingga jatuh tempo yang terlihat tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi, dan politik tetap sama,” ujar Sri Mulyani, dikutip Sabtu (8/6/2024).

Sri Mulyani menjelaskan, utang jatuh tempo yang tinggi pada tahun depan disebabkan oleh besarnya penarikan utang selama pandemi Covid-19.

“Pandemi Covid-19 waktu itu hampir membutuhkan Rp1.000 triliun dana tambahan untuk belanja, sementara penerimaan negara turun 19 persen karena ekonomi berhenti,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Dolfie OFP, menyoroti besarnya utang jatuh tempo dalam lima tahun ke depan. “Jika dihitung, lima tahun ke depan jatuh tempo utangnya mencapai Rp 3.783 triliun,” kata Dolfie.

Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengelola pembayaran utang ini agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi dan pembangunan nasional.

 

Back to top button