News

Menelusuri Sejarah Pembangunan Ka’bah


Setiap langkah mendekat ke Masjidil Haram selalu meninggalkan kesan mendalam, sebuah perasaan takjub yang menghantui bahkan mereka yang telah berkali-kali berkunjung. Menatap Ka’bah, umat Islam merasa terpanggil untuk melantunkan doa, memohon kepada Allah agar menambahkan kemuliaan pada Baitullah ini, serta bagi mereka yang berhaji atau berumroh.

Prof. Aswadi Syuhadak, guru besar dari Universitas Islam Sunan Ampel di Surabaya, mengungkapkan bahwa Ka’bah merupakan simbol kebesaran yang melampaui segala kebesaran duniawi, termasuk kebesaran jam dinding terbesar sekalipun. 

“Ka’bah adalah jarum jam mata hati yang selalu terarah pada Sang Pengatur Alam Semesta,” jelas Prof. Aswadi dikutip dari laman Kemenag.

Sejarah Ka’bah, seperti yang tertulis dalam Al-Quran, menegaskan bahwa ini adalah rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia, terletak di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam. 

Ka’bah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail, yang kemudian dijadikan sebagai tempat suci untuk salat, tawaf, dan itikaf oleh umat Islam.

Sepanjang sejarahnya, Ka’bah telah mengalami beberapa kali renovasi, dengan renovasi terakhir dilakukan di masa Dinasti Umayyah. 

Saat itu, Hajjaj bin Yusuf Al Thaqafi terkejut melihat hasil renovasi Abdullah bin Zubair dan memutuskan untuk mengembalikan Ka’bah ke bentuk yang lebih tradisional seperti yang dibangun oleh kaum Quraisy.

Selanjutnya, di masa pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid, ada niat untuk mengembalikan Ka’bah ke bentuk yang dicita-citakan oleh Nabi SAW. 

Namun, atas saran Imam Malik, Khalifah memutuskan untuk tidak mengubahnya, mengingat pentingnya Ka’bah sebagai simbol keagamaan yang stabil.

Renovasi besar lainnya terjadi ketika Sultan Ottoman Sulaiman Khan dan Sultan Ahmad Khan membuat perubahan struktural. 

Namun, tragedi banjir besar yang terjadi pada tahun 1039 H menyebabkan kerusakan serius pada struktur Ka’bah, memaksa penguasa lokal untuk segera melakukan perbaikan darurat.

Ka’bah terus menjalani perbaikan dan pemeliharaan sepanjang sejarah, termasuk rekonstruksi besar yang berlangsung antara Mei dan Oktober 1996, di mana banyak material asli diganti untuk memastikan kestabilan dan keawetan struktur suci ini.

Melalui semua perubahan dan pemeliharaan ini, Ka’bah tetap menjadi pusat spiritualitas umat Islam, sebuah simbol yang tidak hanya menginspirasi kekaguman dan keagungan tapi juga merasakan kedekatan spiritual yang dalam dengan Sang Pencipta.

Back to top button