News

Mustolih Siradj: Pembentukan Pansus Haji Belum Relevan


Beberapa anggota Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI belakangan ini menyuarakan pembentukan pansus penyelenggaraan ibadah haji 2024 M/1445 H. Hal itu didasarkan atas temuan terkait over kapasitas tenda di Arafah dan Muzdalifah, panjangnya antrean di toilet, masalah mesin pendingin di tenda, serta pembagian kuota tambahan antara jemaah haji reguler dan haji khusus yang dianggap tidak sesuai regulasi.

Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menilai bahwa temuan-temuan Timwas tersebut penting dan perlu dijadikan bahan evaluasi oleh Kementerian Agama untuk perbaikan tata kelola haji di masa mendatang. Namun, Mustolih menegaskan bahwa temuan-temuan tersebut belum cukup menjadi alasan pembentukan pansus.

“Jika merujuk pada UU MD3, pansus dibentuk untuk persoalan mendasar, strategis, mendesak, dan berdampak luas yang menyebabkan situasi sangat serius. Temuan Timwas belum memenuhi syarat tersebut,” ujar Mustolih dalam keterangan tertulisnya kepada inilah.com, Kamis (20/6/2024).

Temuan Timwas DPR sejatinya tidak jauh berbeda dengan data dan informasi yang diperoleh Komnas Haji yang juga melakukan pemantauan dan membuka kanal pengaduan secara online kepada jemaah dan publik, sejak di tanah air, ibadah di tanah suci sampai kembali lagi ke tanah air hingga operasional haji resmi ditutup.

Menurut Mustolih, temuan-temuan tersebut bersifat kasuistik, sektoral, dan merupakan dinamika yang terjadi pada setiap puncak gelaran ibadah haji di Arafah, Mina, dan Muzdalifah. Persoalan-persoalan tersebut telah direspon relatif baik dan cepat oleh penyelenggara haji.

“Di masa mendatang, Timwas DPR perlu mempertahankan komposisi yang diisi bukan hanya dari kalangan Komisi VIII tetapi juga lintas Komisi. Selain itu, pengawasan perlu dilakukan sejak dari hulu, yakni dari proses perencanaan dan pembahasan anggaran, termasuk biaya haji dan kuota,” tambah Mustolih.

Pengawasan Timwas juga perlu diperluas dengan membuka kanal pengaduan yang mudah dijangkau, seperti yang dilakukan Komnas Haji, karena jika hanya mengandalkan cara manual tidak akan mungkin semua bisa dijangkau.

Setelah melewati fase puncak haji di Armuzna, Komnas Haji menilai penyelenggaraan haji tahun ini jauh lebih baik dari tahun 2023. Banyak inovasi dan perbaikan layanan yang dilakukan.

“Tahun lalu, titik krusial ada di Muzdalifah, di mana ribuan jemaah haji asal Indonesia yang didominasi lansia terlambat dievakuasi menuju Mina. Kejadian semacam ini sangat relevan untuk dibentuk pansus oleh DPR karena dampaknya luas dan sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa jemaah, terutama lansia,” jelas Mustolih.

Komnas Haji mencatat bahwa potensi terulangnya tragedi Muzdalifah berhasil dimitigasi dengan baik oleh Kemenag pada musim haji 2024 ini. Area Muzdalifah pada pukul 7 waktu setempat sudah dinyatakan steril dari jemaah haji Indonesia, menandakan ada perbaikan serius dan koordinasi yang baik.

Mengenai kuota tambahan, Mustolih menjelaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU), kuota resmi ditetapkan oleh Menteri Agama dengan perbandingan 92 persen untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk jemaah haji khusus. Pemerintah Saudi memberikan kuota tambahan 20 ribu jemaah yang kemudian dibagi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.

“Merujuk pada Pasal 8-9 UU PHU, Menteri Agama memiliki kewenangan diskresi untuk membagi kuota tambahan sesuai kebutuhan tanpa perlu persetujuan DPR. Sehingga, persoalan kuota tambahan tidak ada yang dilanggar oleh Kemenag dan tidak perlu dijadikan bahan polemik,” tegas Mustolih.

Namun demikian, Mustolih menekankan pentingnya mendengar segala temuan, kritik, dan masukan demi perbaikan tata kelola haji yang merupakan misi resmi negara yang digelar setiap tahun.

Back to top button