Ototekno

PDN Diretas dan tak Ada Back Up, Ketua Komisi I DPR ke BSSN: Itu Kebodohan!


Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, mengecam keras pemerintah dalam rapat dengan Kominfo dan BSSN, menegaskan bahwa tidak adanya backup data untuk Pusat Data Nasional (PDN) yang diretas bukan hanya masalah tata kelola tetapi merupakan ‘kebodohan’. Rapat yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024) ini menggarisbawahi seriusnya kelemahan dalam pengelolaan keamanan data nasional.

“Kalau enggak ada back up, itu bukan tata kelola sih, Pak, kalau alasannya ini kan kita enggak hitung Surabaya, Batam backup kan, karena cuma 2 persen, berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih, Pak,” kata Meutya secara tegas. 

Penilaian keras ini muncul setelah Kepala BSSN, Letjen (Purn) Hinsa Siburian, mengakui adanya kekurangan dalam tata kelola yang telah mereka laporkan.

Kegagalan ini telah menyebabkan lumpuhnya layanan publik, dengan data dari 282 kementerian/lembaga terkunci, menyusul serangan ransomware pada 20 Juni 2024. 

Serangan tersebut tidak hanya mengganggu layanan tetapi juga memposisikan data pemerintah dalam risiko tinggi akibat permintaan tebusan dari peretas yang menuntut 8 juta dollar AS.

Dalam upaya pemulihan yang gagal, pemerintah telah menolak untuk membayar tebusan tersebut, memutuskan untuk menggunakan sumber daya yang tersisa. 

“Kita berupaya keras melakukan recovery dengan sumber daya yang kita miliki. Yang jelas data yang sudah kena ransomware sudah tidak bisa kita recovery,” jelas Direktur Network dan IT Solution Telkom, Herlan Wijanarko.

Meutya juga menyoroti bahwa beberapa kementerian belum mengintegrasikan datanya dengan PDN, namun beruntung masih ada yang belum tergabung sehingga terhindar dari dampak lebih luas. 

Ia menambahkan, Imigrasi sebagai lembaga yang paling patuh dalam menyetor data, menjadi salah satu yang paling terdampak.

Komisi I DPR menggelar rapat dengan BSSN dan Kominfo usai terjadi peretasan terhadap Pusat Data Nasional. 

PDN lumpuh karena diserang peretas. Berdampak pada pelayanan digital di 282 instansi pemerintah. Peretasan terjadi sejak 20 Juni. Pusat data yang berlokasi di Surabaya itu diserang dengan modus ransomware.

Pemerintah belum bisa sepenuhnya memulihkan PDN. Peretas pun meminta tebusan hingga Rp131 miliar.

Back to top button