Market

Penolakan Publik Menguat, DPR Desak Jokowi Cabut PP Tapera


Anggota Komisi VI DPR asal Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron mendesak Presiden Jokowi menarik PP 21/2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang banyak penolakan.

Agar Jokowi dikenang sebagai pemimpin yang mau mendengar keluhan pekerja atau buruh yang penghasilannya pas-pasan.

“Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan pemerintah bisa merespons, karena itu peraturan pemerintah, Artinya reaksi publik harus didengar,” kata Hero, sapaan akrab Herman Khaeron  dalam diskusi bertajuk “Menelisik Untung-rugi Tapera” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,  Kamis (30/5/2024).

Dia mengatakan, pemerintah harus memikirkan langkah-langkah teknis yang tepat, sesuai dengan kemampuan, daya beli masyarakat saat ini.

“Kalau ini kritiknya terhadap undang-undang, tentu DPR punya kewajiban untuk mengkaji, mengevaluasi, dan bisa saja berinisiatif untuk melakukan revisi,” ucap Hero.

“Saya tidak mengatakan tidak setuju dengan peraturan pemerintah, tetapi semestinya ini yang harus dipertimbangkan (mencabut Tapera),” tambah politikus asal Cirebon, Jawa Barat itu.

Menurutnya, Tapera yang dikhususkan bagi pegawai perusahaan berpenghasilan rendah, hanya membuat rumit mereka. Karena itu tadi, banyak potongan.
“Sudah penghasilan rendah, banyak potongan, ya makin rendah. Ini juga yang harus dipertimbangkan,” ujarnya.

Regulasi mengenai Tapera diteken Presiden Jokowi bertepatan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2024.  Di mana, PP 21/2024 merupakan perubahan revisi dari PP 25/2020 tentang Tapera.

Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program tersebut, yakni ASN, TNI, Polri, pekerja BUMN/BUMD, serta swasta.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang menjadi kewajiban-nya, dan memungut simpanan peserta dari pekerja.

Adapun besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama antara perusahaan dengan karyawan masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen, sedangkan Peserta Pekerja Mandiri menanggung simpanan secara keseluruhan.

Peserta yang yang termasuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa kredit pemilikan rumah (KPR), kredit bangun rumah (KBR), dan kredit renovasi rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta.

Sebelumnya, Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat menyerukan penolakan iuran Tapera. Karena buruh tak pernah dilibatkan dalam lahirnya PP 21/2024.

“Sudah berat gajinya dipotong sekarang tabungan buruh sudah gak ada, kami kecewa dan menolak ini. PP ini tidak pernah ada keterlibatan secara komunikasi dengan pekerja buruh,” ujarnya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani medesak PP Tapera dikaji-ulang karena memberatkan.

“Pemotongan 3 persen sangat memberatkan buruh dan kami mengusulkan Tapera tidak bersifat wajib. Kami usulkan bersifat opsional dan menjadi pilihan untuk bisa ikut atau tidak,” timpalnya.

Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno mengatakan, buruh tidak pernah diajak dialog oleh pemerintah untuk membahas aturan ini.

Pun demikian, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan tak sepakat bila karyawan dan pengusaha dibebani potongan gaji untuk Tapera

Dia mengungkapkan, sederet potongan gaji yang menjadi beban pendapatan kelas pekerja saat ini, dan membebani potongan pengusaha. Selama ini, pemberi kerja sebesar 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja.

 

 

Back to top button