Kanal

Sejarah Azan, Berawal dari Mimpi 2 Sahabat Nabi hingga Dikumandangkan Bilal

Pada masa-masa awal di Madinah, umat Islam berkumpul di masjid untuk menunggu datangnya waktu salat, tidak ada tanda apapun sebagai penentu masuknya waktu salat. Ketika waktu salat tiba, mereka langsung melaksanakan salat berjemaah seolah seperti sudah saling tahu.  

Seiring perkembangan Islam, banyak sahabat yang tinggal jauh dari masjid bahkan sebagian lainnya memiliki kesibukan lain. Kondisi inilah yang mengakibatkan tidak lagi bisa bersama-sama menunggung waktu salat di masjid.

Beberapa sahabat mengusulkan kepada Nabi Muhammad SAW agar membuat tanda salat. Ada yang mengusulkan menggunakan lonceng sebagaimana orang Nasrani, ada yang menyarankan menggunakan tanduk/terompet seperti Yahudi, ada pula yang merekomendasikan untuk menyalakan api di tempat tinggi.

Tujuannya adalah supaya umat Islam yang tinggal jauh dari masjid bisa mendengar atau melihat tanda waktu salat, namun semua usul tersebut ditolak.

Baca Juga:  Jokowi Endorse Pramono Anung, Simalakama bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto

Mengutip NU Online, dari Siah Nabawi (Ibnu Hisyam, 2018), seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menghadap Nabi Muhammad. Ia menceritakan bahwa dirinya baru saja bermimpi melihat seruan azan pada malam sebelumnya.

Dalam mimpi tersebut, Abdullah bin Zaid didatangi seorang berjubah hijau yang sedang membawa lonceng. Semula Abdullah bin Zaid berniat membeli lonceng yang dibawa untuk memanggil orang-orang salat.

Namun orang berjubah itu justru menyarankan kepada Abdullah bin Zaid untuk mengucapkan serangkaian kalimat, sebagai penanda waktu salat.

Serangkaian kalimat yang dimaksud adalah: Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya 'alash sholah hayya 'alash sholah, Hayya 'alal falah hayya 'alal falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, dan La ilaha illallah.

Baca Juga:  Menebak Arah Politik Gibran Usai Dilantik Jadi Wapres

Mendengar kisah sahabatnya, Nabi Muhammad kemudian meminta Abdullah untuk mengajari Bilal bin Rabah melafalkan kalimat-kalimat tersebut. 

Ketika Bilal bin Rabah mengumandangkan azan, Umar bin Khattab yang sedang berada di rumahnya mendengar.

Ia pun langsung menemui Nabi Muhammad dan menceritakan bahwa dirinya juga bermimpi tentang hal yang sama dengan Abdullah bin Zaid, yakni azan sebagai tanda masuknya waktu salat.

Dalam satu riwayat, Nabi Muhammad juga disebutkan telah mendapatkan wahyu tentang azan.

Karena itu, beliau membenarkan apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Zaid tersebut dan sejak saat itu azan resmi dijadikan sebagai penanda masuknya waktu salat.

Menurut pendapat yang lebih sahih, azan pertama kali disyariatkan di Kota Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Bilal bin Rabbah termasuk muazin pertama dalam Islam.

Baca Juga:  PDIP akan Ajukan Anies di Pilgub Jakarta

Setidaknya ada empat alasan mengapa Bilal dipilih Nabi menjadi muazin, yaitu suaranya yang lantang dan merdu, menghayati kalimat-kalimat azan, berdisiplin tinggi, dan berani.

Ketika Nabi Muhammad wafat, Bilal tidak lagi bersedia menjadi muazin. Alasannya, air matanya pasti akan bercucuran ketika sampai pada kalimat ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, sehingga membuatnya tidak kuasa melanjutkan azan.

Namun saat Khalifah Umar bin Khattab tiba di Yerusalem, Bilal diminta untuk azan sekali lagi dan permintaan itu disanggupi oleh Bilal.

Back to top button