Market

Selamatkan Uang Negara, Pengamat: Setop Bayar Obligasi Rekap BLBI Rp48 Triliun/Tahun


Di tengah seretnya keuangan negara, pemerintahan Prabowo Subianto perlu menghentikan pembayaran obiligasi rekap BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) sebesar Rp48,7 triliun (Rp48 triliun). Dan, sita seluruh aset pengemplang BLBI.  

Selain itu, memburu aset milik obligor BLBI yang diduga cukup besar angkanya. “Dana Rp50 triliun hingga Rp70 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dialokasikan untuk membayar bunga OR BLBI,” papar Hardjuno di jakarta, Jumat (10/1/2025).

Dia berharap, pemerintahan Prabowo tidak mendiamkan megaskandal BLBI yang merugikan negara dalam jumlah besar. Termasuk kewajiban pembayaran OR BLBI yang terus membenai APBN hingga 2043.

“Kerugian akibat BLBI mencapai ribuan triliun rupiah. Ini bukan hanya soal angka, tapi soal bunga berbunga yang terus meningkat secara eksponensial. Dampaknya dahsyat, APBN kita tertekan luar biasa,” ujar Hardjuno.

Baca Juga:  Kubu Hasto Jadikan Urusan Koper hingga Pemeriksaan Eks Penyidik Bentuk Keganjilan Penyidikan KPK

Kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini, menyoroti keterlibatan oknum pejabat dalam skandal ini . Hal ini membuat proses pengembalian aset BLBI tak kunjung tuntas hingga puluhan tahun.

“Tidak mungkin ini bisa bertahan lama tanpa keterlibatan pejabat yang punya kuasa. Satgas BLBI yang dipimpin Mahfud MD, waktu itu juga tidak menunjukkan hasil signifikan. Masa dibilang lunas, padahal jelas belum lunas?” tegasnya.

Ia menambahkan, sistem bunga majemuk yang berlaku dalam OR BLBI, menciptakan beban keuangan yang luar biasa terhadap APBN. Duit BLBI yang seharusnya dikembalikan debitor ke kas negara, justru tidak terlaksana. Sebaliknya, pemerintah malah keluar duit membayar OR BLBI hingga 2043.

Baca Juga:  Sri Mulyani Terbitkan Aturan Resmi PPN 12 Persen, Ini Isi Lengkapnya

“Bukannya melunasi, para debitor ini justru untung besar karena kebagian dividen. Undang-undang kita jelas mengatakan, hanya presiden bersama DPR yang punya wewenang menghapus utang seperti ini. Jadi, release and discharge itu tidak berlaku,” kata mantan Staf Ahli Pansus BLBI DPD-RI itu.

Selain BLBI, Hardjuno juga menyoroti utang negara yang terus membengkak. “Utang kita sekarang sudah mencapai Rp8.500 triliun, dan angka ini bisa saja mencapai Rp12.000 triliun jika tidak ada yang ditutupi-tutupi. Termasuk burden sharing dengan Bank Indonesia yang mungkin belum masuk hitungan,” tambahnya.

Hardjuno menegaskan, jika kasus BLBI tidak ditangani dengan tegas, ekonomi Indonesia akan terus terpuruk.  “Indonesia sebenarnya tidak separah ini jika kasus BLBI dibenahi. Pemerintah harus berani melakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI dan menagih hak-hak negara dari para debitor,” sarannya.

Baca Juga:  Tender Proyek Coretax Rp1,3 Triliun yang Bermasalah Itu Libatkan PwC, LG CNS dan Deloitte

Dalam pandangannya, skandal BLBI adalah contoh bagaimana kreditor justru menjadi debitor yang malah memperkaya kreditor. “Ini hanya terjadi di Indonesia. BLBI adalah pelajaran pahit tentang bagaimana hukum dan keadilan ekonomi dipermainkan,” pungkasnya.

Back to top button