Sosialisasi Harga GKP di Petani dan Penggilingan

Mulai 15 Januari 2025, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras baru diberlakukan pemerintah. Perum Bulog ditugaskan untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya dengan harga sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025.
Berikut rincian ketentuan HPP tersebut:
- Gabah Kering Panen (GKP) di petani sebesar Rp6.500 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25% dan kadar hampa maksimal 10%.
- GKP di penggilingan sebesar Rp6.700 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25% dan kadar hampa maksimal 10%.
- Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan sebesar Rp8.000 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 14% dan kadar hampa maksimal 3%.
- GKG di gudang Bulog sebesar Rp8.200 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 14% dan kadar hampa maksimal 3%.
- Beras di gudang Bulog sebesar Rp12.000 per kg dengan kualitas derajat sosoh minimal 100%, kadar air maksimal 14%, butir patah maksimal 25%, dan butir menir maksimal 2%.
Selanjutnya, khusus untuk Gabah Kering Panen (GKP), harganya dibedakan antara di petani dan di penggilingan. Aturan harga dan persyaratannya sebagai berikut:
A. GKP di Tingkat Petani
- GKP di luar kualitas 1 di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi (pemotongan/pengurangan harga) Rp300, sehingga HPP berlaku adalah Rp6.200 per kg.
- GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air maksimal 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, dikenakan rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.075 per kg.
- GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, kena rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku Rp5.750 per kg.
B. GKP di Tingkat Penggilingan
- GKP di luar kualitas 1 dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 10-15%, dikenakan rafaksi Rp300, sehingga HPP-nya jadi Rp6.400 per kg.
- GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, kena rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.275 per kg.
- GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku adalah Rp5.950 per kg.
Jujur kita akui, tidak semua petani mengenali aturan lengkap terkait HPP Gabah dan Beras sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025. Umumnya, petani hanya tahu HPP gabah naik Rp500, sehingga sekarang menjadi Rp6.500 per kilogram. Akibatnya, wajar jika petani banyak yang bisik-bisik, kenyataannya di lapangan, ternyata harganya lebih rendah dari Rp6.500.
Namun begitulah faktanya. Pemerintah sendiri jarang dengan detail mensosialisasikan kepada petani tentang adanya penggunaan rafaksi sebagai ukuran untuk menilai kualitas gabah petani, terutama yang berkaitan dengan kadar air dan kadar hampa dari gabah yang dihasilkan petani. Menjadi tugas kita bersama untuk mensosialisasikannya secara masif.
Penggunaan Tabel Rafaksi sendiri, sebetulnya bukan hal baru dilakukan untuk menilai kualitas gabah. Sejak 45 tahun lalu, Bulog telah menggunakan ini sebagai dasar untuk membeli gabah petani. Ketika penulis menjadi anggota Satuan Tugas Pengadaan Gabah, pembelian gabah dari petani pun telah menggunakan rafaksi sebagai ukuran penilaiannya.
Pertanyaannya, mengapa pemerintah seperti enggan untuk mensosialisasikannya kepada petani? Padahal dalam hal ini, Perum Bulog dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan petugas Penyuluh Pertanian Lapang untuk menggarapnya. Sosialisasi secara masif penting ditempuh agar petani mampu menghasilkan kualitas gabah yang baik dan berkualitas.
Yang jadi masalah serius lagi adalah bila panen raya berlangsung di saat musim hujan tiba. Panen padi di musim hujan betul-betul sebuah tragedi kehidupan bagi petani. Mana mungkin petani akan memperoleh kadar air yang diminta bila matahari tidak muncul? Bagaimana petani akan mengeringkan kadar air sehingga maksimal 25% dan kadar hampa maksimal 10%, kalau gabah yang dipanennya basah dan tidak mungkin dapat dikeringkan dengan baik karena tidak munculnya matahari?
Di sisi lain, para petani padi kita rata-rata belum memiliki teknologi pengering gabah yang bisa menggantikan fungsi matahari. Itu sebabnya, sudah berulang kali disuarakan agar pemerintah dapat memberi bantuan sosial Alat Mesin Pertanian (Alsintan) yang berkaitan dengan teknologi pengeringan gabah agar dapat digunakan petani ketika panen berlangsung di musim hujan.
Sayang, pemerintah rupanya masih memprioritaskan bansos Alsintan ini terhadap sisi budidaya seperti penggunaan traktor misalnya, ketimbang kegiatan pasca-panen. Dalam semangat pencapaian swasembada pangan versi Presiden Prabowo, sudah sepantasnya pemberian bansos Alsintan seperti teknologi pengeringan gabah segera diberikan kepada para petani.
Semoga jadi pencermatan kita bersama.